Mencairnyaes di kutub disinyalir hasil dari global warming yang di sebabkan gas buang/emisi industri.hubungan sebab akibatdi atas adalah keterkaitan dengan aspek. C.kelangkaan D.kemasyarakatan *Please jawab sekarang,besok udah di kumpul dengan jelas dan benar menggunakan penjelasan. Question from @Shaniagenali - Sekolah Dasar - Ips
- Sekitar 99% air tawar yang ada di Bumi berada di atas Greenland dan Antartika yang membeku. Namun kini, mereka mulai mencair ke laut dalam jumlah banyak. Normalnya, perlu ratusan hingga ribuan tahun bagi semua es yang ada di Bumi untuk mencair, tapi bagaimana jika ada suatu bencana yang membuatnya meleleh dalam waktu semalam?Permukaan laut akan naik setinggi 66 meter. Kota-kota pesisir seperti New York, Shanghai, dan London akan tenggelam dalam banjir besar-memaksa 40% populasi dunia untuk meninggalkan rumah mereka. Saat kekacauan terjadi di daratan, sesuatu yang menyeramkan juga berlangsung di bawah laut. Semua air asin akan menyusup dan mencemari cadangan air tawar di daratan. Artinya, cadangan air minum, irigasi, hingga sistem pembangkit listrik akan rusak. Baca Juga Sesuai Namanya, Zona Kematian di Everest Ini Kerap Memakan Korban Yang tak kalah penting, es di Greenland dan Antartika terbuat dari air tawar, jadi ketika mereka mencair, ada sekitar 69% cadangan air di dunia yang langsung menuju laut. Ini akan mendatangkan malapetaka pada arus laut dan pola cuaca kita. Pada Gulf Stream, misalnya. Ia merupakan arus laut kuat yang membawa udara hangat ke Eropa Utara dan bergantung pada air asin yang tebal dari Kutub Utara untuk berfungsi. Namun, jika banjir air tawar terjadi, itu akan mencairkan, melemahkan atau bahkan menghentikan arusnya sama sekali. Kemudian, tanpa udara hangat tersebut, suhu di Eropa Utara akan menurun drastis dan menciptakan zaman es mini. Beralih dari Greenland dan Antartika, apa yang akan terjadi dengan 1% es yang bukan bagian dari mereka? Gletser di Himalaya mungkin akan menimbulkan ancaman terbesar karena apa yang terperangkap di dalamnya senyawa beracun dichlorodiphenyltrichloroethane atau DDT. Ketika mencair, gletser akan melepaskan senyawa tersebut ke sungai, danau, cadangan air tanah dan kemudian meracuninya. Selain gletser, 1% es tadi juga meliputi permafrost yang berada di bawah tanah-kebanyakan di tundra Arktika. Mirip dengan gletser Himalaya, salah satu masalah yang muncul dengan pencairan permafrost adalah keracunan merkuri. Selain itu, bahan organik dalam permafrost adalah makanan lezat untuk mikroorganisme. Setelah mencernanya, mereka akan mengeluarkan gas rumah kaca paling ampuh, karbondioksida dan metana. Menurut para ilmuwan, ini akan menggandakan jumlah gas rumah kaca yang ada saat ini di atmosfer-menyebabkan kenaikan suhu global 3,5 derajat Celsius. Tidak cukup hanya itu, uap dari suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan kekeringan massal dan iklim seperti gurun. Semua uap air ekstra di atmosfer juga akan memicu badai dan banjir yang lebih sering dan kuat. Es dunia mencair dalam satu malam memang terdengar mustahil, tapi menurut peneliti, jika kita tidak melakukan hal apa pun untuk mencegahnya dan suhu meningkat hingga 1 derajat Celsius, maka efek perubahan iklim yang sudah kita lihat saat ini mungkin benar-benar tidak bisa dikendalikan. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Perlukita ketahui bersama bahwa pemanasan global akan berdampak langsung pada kesehatan dan menurut para ilmuwan dan peneliti dari berbagai negara mengungkapkan bahwa ancaman terbesar dari pemanasan global ini adalah mencairnya gunung es yang terdapat di kutub utara dan itu artinya akan menenggelamkan hampir 1/4 daratan di bumi ini yang akan
Mencairnya lapisan es di Kutub Utara dan selatan terus-menerus sebagai dampak dari perubahan iklim, sudah sejak lama diketahui. Tapi kesimpulan terbaru dari hasil penelitian tim riset Jerman memicu kejutan baru. Diramalkan, bagian es di Kutub Selatan yang tidak diperhitungkan mencair, juga akan ikut terpengaruh pemanasan global. Kawasan Kutub Selatan ibaratnya benua tersendiri yang mencakup daratan dan lautan yang tertutup lapisan es abadi. Juga mencakup lapisan es yang mengapung di lautan seluas ratusan ribu kilometer persegi, hingga sejauh kilometer di lautan dan terus terhubung dengan gletsyer di daratan. Walaupun suhunya ekstrim dingin dan selama enam bulan gelap gulita, Kutub Selatan bukan kawasan mati. Kawasan Antartika merupakan sebuah ekosistem yang hidup. Di atas lapisan es berkembang biak pinguin. Di daratan terdapat habitat beragam penghuni kutubselatanFoto picture-alliance/Wildlife Di kawasan perairan Kutub Selatan hidup kawanan anjing laut, paus dan yang amat penting ikan serta organisme mikro di laut seperti krill atau udang kecil, yang berfungsi sebagai pakan binatang pemangsa lainnya. Mencair di kawasan yang tidak diduga Perubahan iklim yang memicu efek pemanasan global, juga terasa dampaknya di kawasan Kutub Selatan. Seperti di Kutub Utara, lapisan es abadi di kawasan Kutub Selatan juga mengalami pencairan. Airnya mengalir ke laut di sekitarnya yang memicu kenaikan muka air laut rata-rata. Selama ini para peneliti memperkirakan pencairan lapisan es abadi hanya terjadi di kawasan laut Amundsen di barat Kutub selatan. Tapi secara kebetulan peneliti Jerman, Hartmut Hellmer dari institut penelitian kutub dan kelautan di Bremerhaven mengamati kenyataan yang selama ini kelihatannya terabaikan oleh peneliti lain. Pakar ilmu kelautan itu mengungkapkan, penghitungan ulang model komputer kontribusi lapisan es dari daratan terhadap kenaikan muka air laut di Antartika menunjukkan, kurva statistiknya mulai tahun 2090 naik tajam. Hartmut Hellmer mencari dari mana asalnya volume air dalam jumlah besar itu pada model yang ia buat. Penelitian mengarah ke lapisan es Filchner-Ronne yang mengapung di kawasan laut Weddell di bagian selatan Antartika. Laut Weddell terletak di kawasan ujung selatan Amerika Selatan pada perbatasan Samudra Atlantik dengan zona Kutub es yang terus mencair akibat perubahan AP "Laut Weddell sejak lama dipandang sebagai nyaris tidak terpengaruh perubahan iklim", kata Hellmer. Publikasi para peneliti Kutub selatan lainnya menegaskan, massa air di bawah lapisan es yang mengapung, yang mengabrasi lapisan es dari bawah, pada iklim yang lebih hangat seharusnya lebih kecil. "Melalui efek berkebalikan, yang muncul pada arus dimana suhu lebih hangat, seharusnya pemanasan iklim di kawasan itu dikompensasi", paparnya. Tapi model penghitungan dari para peneliti di Bremerhaven menunjukkan, juga kawasan Laut Weddell terpengaruh efek fluktuasi iklim. "Massa air yang lebih hangat diLaut Weddell dalam beberapa dekade mendatang akan menggerus secara dramatis lapisan es Filchner-Ronne", ujar Hellmer. Memicu reaksi berantai Naiknya suhu udara di kawasan tenggara Laut Weddell menurut perhitungan itu, dalam waktu sekitar 60 tahun ke depan akan memicu reaksi berantai. Mula-mula udara hangat akan menyebabkan menipis dan rapuhnya lapisan es yang mengapung di laut. Akibatnya ada bagian yang pecah, sebuah fenomena yang selama ini dapat dicegah. Akibatnya air yang bersuhu lebih hangat dapat mengintrusi kawasan di bawah lapisan es. "Berdasarkan perhitungan kami, lapisan pelindung ini akan lenyap pada akhir abad ini", papar Hellmer. Akibatnya arus air yang lebih panas akan mengalir di bawah lapisan es dan mencairkannya dari bawah, demikian ditunjukkan dalam model yang dibuat para peneliti di Bremerhaven. Lapisan es yang mengapung itu berfungsi seperti sumbat botol. "Lapisan ini mengerem aliran es dari daratan, karena tersedimentasi di semua sudut teluk dan juga menutupi pulau-pulau", kata peneliti kelautan itu. Jika lapisannya menipis, itu dapat memicu lapisan es di daratan bergerak menuju laut. "Jika sampai di laut, lapisan es ini tidak perlu mencair untuk dapat menaikkan drastis muka air laut" tambah AntartikaFoto DW Perhitungan menunjukkan, proses ini dapat memicu penambahan kenaikan muka air laut rata-rata 4,4 milimeter per tahunnya. "Tapi itu perhitungan paling buruk. Kemungkinan kenaikannya berkisar pada angka yang lebih rendah", kata Hartmut Hellmer lebih lanjut. Namun diakui, sejauh ini belum diketahui seakurat apa model perhitungannya dibandingkan kenyataan yang muncul. Hellmer hanya mengatakan, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yang juga tidak banyak, model perubahan iklim di abad ke 20 ternyata cocok dengan kenyataan yang muncul kemudian. Walaupun begitu, periset kelautan dari Bremerhaven itu menegaskan, amat sulit membuat peramalan yang akurat bagi kawasan Kutub Selatan. Karena pengetahuan menyangkut kawasan Antartika sejauh ini masih relatif terbatas. Brigitte Osterath/Agus Setiawan Editor Dyan Kostermans 56Likes, 1 Comments - Tigor | Concept Artist (@tigorboraspati) on Instagram: ""Global Warming" - Mencairnya Es di Kutub Naiknya suhu di udara dan di dalam laut akan membuat es" - Ilmuwan, negarawan dan masyarakat Islandia baru-baru ini memasang plakat peringatan di gletser Okjökull yang kehilangan lapisan es dan statusnya sebagai gletser akibat pemanasan global oleh aktivitas manusia. Dalam monumen tersebut tertulis peringatan bahwa dalam 200 tahun mendatang, umat manusia akan menyaksikan gletser-gletser lainnya mengikuti jejak Okjökull. NASA Mencairnya es di gletser Thwaites bertanggung jawab atas kenaikan permukaan laut dunia. Sebuah plakat diletakkan sebagai peringatan atas hilangnya gletser Okjökull glacier karena perubahan iklim. Rice University, CC BY-SA Indonesia juga memiliki gletser seperti Islandia, yaitu di Pegunungan Jayawijaya. Tidak kurang dari 84,9% dari massa es di Pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun 1988, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, dampak perubahan iklim oleh emisi gas rumah kaca tidak hanya menyentuh gletser yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, tetapi juga laut yang luasnya meliputi 70% dari wilayah Indonesia dan kedalamannya melebihi ketinggian Puncak Jaya. Baru-baru ini panel ilmuwan PBB untuk isu perubahan iklim atau IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change merilis Special Report on Ocean and Cryosphere in a Changing_Climate SROCC, kajian terkait dengan kondisi laut dan kriosfer gletser, lapisan es, dsb di dunia. Saat ini saya terlibat dalam penulisan laporan iklim PBB mendatang atau Sixth Asessment Report untuk aspek kelautan, kriosfer dan kenaikan permukaan laut. Berikut penjelasan saya terkait hasil-hasil kajian SROCC yang perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Laut semakin panas, semakin asam, dan semakin berkurang kadar oksigennya Sejumlah 104 pakar iklim dari 36 negara mengkaji status dan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap laut dan kriosfer serta implikasinya bagi ekosistem dan manusia berdasarkan publikasi ilmiah. Hasil penelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim. Laporan IPCC menunjukkan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen. Kenaikan permukaan laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil tidak hanya terus terjadi, namun lajunya juga semakin cepat. Fenomena iklim esktrem seperti gelombang panas laut marine heatwave akan semakin sering terjadi dengan intensitas dan durasi yang meningkat terutama di daerah tropis. Begitu pula dengan fenomena ekstrem El Niño-Osilasi Selatan yang membawa bencana kekeringan dan banjir di Indonesia. Dampak bagi Indonesia Sumber daya laut yang tergeser, tertekan dan berkurang Laporan SROCC mengisyaratkan beberapa catatan penting terkait dampak perubahan iklim bagi Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan tropis. Pertama, keanekaragaman hayati laut menjadi taruhan. Perubahan iklim turut mengubah ritme musiman dan distribusi spesies laut. Sejak tahun 1950an, secara global, spesies laut yang biasa hidup di kedalaman kurang dari 200 meter berpindah menjauhi kawasan tropis sejauh kurang lebih 52 kilometer per dekade. Hal serupa juga terjadi pada spesies-spesies laut dalam. Mengingat beragamnya spesies laut di Indonesia, maka perlu ada penelitian lebih lanjut tentang ritme musiman dan distribusi tersebut. Kedua, laporan SROCC menekankan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling sensitif dibandingkan dengan ekosistem lainnya seperti padang lamun dan mangrove. Kondisi ini berpengaruh bagi Indonesia yang memiliki padang lamun terluas di Asia Tenggara dan 23% mangrove di dunia. Menurunnya jasa ekosistem lamun dan mangrove dapat mengurangi peran ekosistem laut pesisir dalam menyerap emisi karbon. Ketiga, pemanasan laut dapat menambah beban sektor perikanan dalam menghadapi isu overfishing dengan menekan potensi tangkapan ikan maksimal hingga sekitar 30% di perairan Indonesia apabila emisi gas rumah kaca dibiarkan meningkat sepanjang abad 21. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada stok ikan dan binatang bercangkang, seperti kerang mutiara dan lobster. Tidak semua salah perubahan pada iklim Untuk dapat mengambil langkah adaptasi yang efektif, kita perlu memahami berbagai penyebab degradasi lingkungan laut yang tidak selalu disebabkan oleh perubahan iklim. Salah satu contoh klasik adalah kenaikan permukaan laut di Jakarta yang lebih banyak disebabkan oleh penurunan permukaan tanah karena penyedotan air tanah. Contoh lainnya, SROCC membedakan fenomena pengasaman atau penurunan pH air laut antara pengasaman laut ocean acidification dan pengasaman pesisir coastal acidification. Pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut. Namun, di kawasan perairan Indonesia juga terjadi pengasaman pesisir oleh aktivitas lokal manusia seperti pembuangan limbah, sehingga laju pengasaman air laut lebih tinggi dari tren global. Solusi-solusi lokal seperti penanggulangan limbah yang efektif dan restorasi ekosistem lamun yang mempengaruhi pH air laut secara lokal dapat mengurangi dampak dari pengasaman air laut bagi masyarakat sekitar. SROCC dan negosiasi iklim SROCC menjadi masukan ilmiah penting bagi negosiasi iklim dalam UN Framework Convention on Climate Change Conference COP25 di Chile pada bulan Desember 2019 yang akan mengangkat tema kelautan atau Blue COP’. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki peran penting dalam mengambil langkah yang konkret dan realistis terhadap isu perubahan iklim. Dalam laporan SROCC dipaparkan juga keuntungan yang diraih dari strategi adaptasi perubahan iklim yang ambisius dan efektif, seperti perlindungan terhadap masyarakat pesisir terutama daerah padat populasi atas dampak naiknya permukaan laut, yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Berbeda dengan daratan yang menjadi penyebab dan korban dari perubahan iklim, SROCC memaparkan bahwa laut adalah korban dari perubahan iklim. Kondisi laut yang semakin panas, asam dan kekurangan kadar oksigen memiliki implikasi bagi komitmen Indonesia dalam perlindungan keanekaragaman hayati maupun pemenuhan target Sustainable Development Goals. Hal ini karena menurunnya kemampuan menjaga biodiversitas laut dari berbagai tekanan lingkungan, potensi mitigasi gas rumah kaca dari sektor kelautan, dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Kajian ilmiah yang tertuang dalam SROCC, Blue COP serta UN Decade of Ocean Science 2021-2030 adalah momentum untuk melakukan langkah-langkah non business-as-usual dan inklusif yang akan diapresiasi oleh generasi mendatang. Penulis Intan Suci Nurhati, Peneliti Iklim & Laut, Indonesian Institute of Sciences LIPI Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber. PROMOTED CONTENT Video Pilihan Saturday 18 Rajab 1443 / 19 February 2022. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa
- Pemanasan global membuat es di Antartika, Kutub Selatan mencair lebih cepat dibandingkan sebelumnya–kira-kira meningkat enam kali lipat dibanding 40 tahun lalu. Dilansir dari peningkatan laju cairnya es ini akan membuat permukaan air laut di seluruh dunia semakin naik. Baca Juga Paus Terancam Punah Ditemukan dengan Sampah Plastik di Tenggoroknya Menurut sebuah studi yang dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Sciences, dari 1979 hingga 2017, permukaan laut di seluruh dunia sudah meningkat lebih dari 1,4 sentimeter. Kondisinya pun diduga semakin parah di masa mendatang dan menyebabkan bencana pada beberapa wilayah. “Sejalan dengan terus mencairnya lapisan es di Kutub Selatan, kami mengantisipasi naiknya permukaan laut lebih dari satu meter pada abad-abad mendatang,” kata Eric Rignot, ahli geografi dari Universitas California. Peningkatan permukaan laut setinggi 1,8 meter menjelang 2100 diduga akan menenggelamkan beberapa kota pesisir yang menjadi tempat tinggal jutaan orang di seluruh dunia. Peneliti menemukan bahwa antara 1979 hingga 1990, Kutub Selatan rata-rata telah kehilangan 40 miliar ton masa esnya setiap tahun. Sementara itu, mulai 2009 hingga 2017, es yang mencair telah meningkat enam kali lipat, yaitu menjadi 252 milar ton per tahun. Baca Juga Asteroid Pemusnah Dinosaurus Picu Tsunami Besar di Seluruh Laut Dunia Yang lebih mengkhawatirkan, menurut para lmuwan, wilayah di Kutub Selatan yang dulunya dianggap “stabil dan tidak terpengaruh perubahan” ternyata juga kehilangan es dalam jumlah banyak. “Area Wilkes Land di Kutub Selatan bagian timur, secara keseluruhan, juga telah mengalami kehilangan es dalam jumlah besar, bahkan sejak 1980-an,” papar Rignot, dikutip dari “Kawasan tersebut mungkin lebih sensitif terhadap perubahan iklim dibanding yang kita kira sebelumnya. Hal ini merupakan sesuatu yang penting untuk diketahui, karena kandungan es di kawasan itu lebih besar dibandingkan gabungan Kutub Selatan bagian Barat dan Semenanjung Kutub Selatan,” imbuhnya. Menurut Rignot, meningkatnya suhu samudra semakin mempercepat hilangnya es di masa yang akan datang. Diketahui bahwa, suhu samudra akhir-akhir ini meningkat lebih cepat dari sebelumnya–mencapai rekor suhu tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Padakasus delineasi pipa gas di laut daerah X, diterapkan teknik reduksi ke kutub (RTP) untuk mengolah data magnet total. Fast Fourier Transform (FFT) diterapkan pada proses transformasi RTP dalam 2-dimensi dan 3-dimensi menggunakan perangkat lunak Matlab dan Magpick.
Sejak beberapa dekade terakhir, para pakar iklim terus mencemaskan dampak pemanasan global, khususnya yang menimpa kedua kutub bumi. Yang terutama diamati dan diteliti adalah kawasan Kutub Utara. Pasalnya, lapisan es di Kutub Utara terus menyusut drastis dalam 30 tahun terakhir ini. Lapisan Es Terus Menipis Pengukuran yang dilakukan 300 pakar iklim dari delapan negara yang lokasinya berbatasan dengan Kutub Utara menunjukan, dalam tiga dekade terakhir, lapisan es di lautan sekitar kutub menyusut sekitar 990 ribu kilometer persegi. Disebutkan, kawasan kutub kini mengalami pemanasan global lebih cepat dari kawasan lain di dunia. Para pakar iklim juga yakin, pemicu pemanasan drastis di kawasan kutub, adalah aktivitas manusia. Dalam beberapa dekade terakhir, emisi gas rumah kaca ke atmosfir terus meningkat drastis. Tidak Ada Lagi Es Pada Musim Panas di Kutub Utara Sinyal apa yang dilontarkan dari penyusutan drastis lapisan es di lautan Kutub Utara itu? Tentunya bukan pertanda yang baik bagi ekosistem. Karena itulah, dalam sebuah konferensi ilmiah di Hamburg, sekitar 500 pakar iklim mendiskusikan kemungkinan dampak yang bakal muncul dari penyusutan lapisan es di Kutub Utara tersebut. Peneliti iklim dari Institut Max-Planck untuk meteorologi di Hamburg, Jochem Marotzke mengatakan, menurut perhitungan, sekitar akhir abad ini, lapisan es itu pada setiap musim panas akan mencair seluruhnya. Memang di musim dingin lapisan es kembali terbentuk. Akan tetapi, di musim panas berikutnya seluruhnya kembali mencair. Apa yang diungkapkan Marotzke, tentu saja bukan berita bagus. Jika ramalannya tepat, artinya sekitar tahun 2080 mendatang, setiap musim panas di Kutub Utara tidak akan ditemukan lagi hamparan padang es. Sekarang saja, para peneliti dari institut penelitian kutub Alfred-Wegener di Bremerhaven, mencatat bahwa lapisan es di lautan sekitar kutub juga semakin tipis, setiap musim panas, menyusut sekitar 20 persen dalam 30 tahun terakhir. Demikian dikatakanChristian Haas, peneliti dari Bremerhaven. Permukaan Laut Akan Meningkat Laju penyusutan lapisan es di lautan sekitar kutub, diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2080 mendatang, sampai semuanya mencair. Dampaknya adalah meningkatnya permukaan air laut global. Dalam 20 tahun terakhir ini, permukaan air laut sudah naik rata-rata delapan centimeter. Jika semua lapisan es mencair, diperkirakan permukaan air laut akan naik rata-rata 90 centimeter. Pemicu drastisnya penyusutan lapisan es adalah pemanasan global yang dipicu aktivitas manusia. Pemanasan Global Terus Berlanjut Lebih lanjut peneliti iklim Jochem Marotzke meramalkan terus berlanjutnya pemanasan global. Perhitungan menunjukan, Kutub Utara memanas dua kali lebih cepat, ketimbang kawasan lainnya di dunia. Diperhitungkan adanya pemanasan antara 8 sampai 10 derajat Celsius, di kawasan lintang Kutub Utara. Dampaknya bagi manusia akan sangat besar. Dalam jangka panjang, artinya sampai abad mendatang, jika suhu rata-rata global naik antara tiga sampai empat derajat Celsius, lapisan es abadi di Greenland akan mencair seluruhnya. Sebagai akibatnya, permukaan air laut global akan naik rata-rata tujuh meter. Semua negara kepulauan kecil akan tenggelam. Kota-kota besar di kawasan pantai, sebagian juga akan lenyap. Para peneliti iklim memperkirakan, akibat perubahan drastis selama beberapa dekade, kerusakan yang terjadi pada sebagian ekosistem akan menetap. Sebagian lagi dapat dipulihkan atau paling tidak efeknya diminimalkan secara siginifikan. Tapi syaratnya, tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca juga dilaksanakan lebih efektiv lagi. Kutub Selatan Berbeda Jika di Kutub Utara diamati penyusutan drastis lapisan es, bagaimana kondisi di Kutub Selatan? Diketahui di kawasan Antartika terdapat iklim serta arus laut yang berbeda dari sistem yang mempengaruhi Kutub Utara. Karena itulah dampak pemanasan global di Kutub Selatan tidak sekuat seperti yang melanda Kutub Utara. Sejauh ini dapat diamati, di Kutub Selatan relatif tidak terjadi pencairan laisan es. Peneliti dari Institut Alfred Wegener di Bremerhaven, Christian Haas bahkan mengamati dampak sebaliknya. Menurut data, dalam 30 tahun terakhir ini, terjadi peningkatan lapisan es di lautan sekitar Antartika. Suhu Juga Akan Naik di Kutub Selatan Akan tetapi dalam dekade mendatang, suhu di kawasan Kutub Selatan juga akan meningkat. Apakah fenomena ini juga akan mencairkan lapisan es di Antartika? Menanggapi pertanyaan ini, para pakar iklim melontarkan pendapat yang berbeda-beda. Penyebabnya, kawasan antartika amat besar, dengan persyaratan iklim yang berbeda-beda untuk setiap bagian kawasannya. “Kawasan timur antartika lebih tebal dan tinggi. Karena itu, salju di kawasan tersebut dapat terakumulasi lebih banyak, dan menyebabkan peningkatan volume lapisan es. Sementara kawasan barat Antartika, sangat terpengaruh oleh arus Circum-Antartika, yang mengangkut air dengan suhu lebih hangat. Jadi di sana, terdapat kaitan lebih erat, antara pemanasan samudra dengan mencairnya lapisan es.“ Demikian dijelaskan Christian Haas. Lapisan Es di Kutub Selatan Stabil Juga Jochem Marotzke, pakar iklim dari Institut Max Planc untuk Meteorologi di Hamburg, mengatakan sulit untuk memperkirakan secara akurat, bagaimana dampak dari pemanasan global di Kutub Selatan. Hal ini dikarenakan terdapatnya proses yang saling bertolak belakang. Jika suhu lebih hangat, diperhitungkan volume hujan salju akan meningkat. Akan tetapi, diperkirakan juga, lapisan es di kaki gletsyer akan mencair. Proses mana yang akan menang belum diketahui. Tapi menurut model perhitungan, tidak diharapkan adanya perubahan drastis pada lapisan es di Kutub Selatan. Akan tetapi di sana, masih terjadi situasi yang sulit diramalkan. Hancurnya Ekosistem Tapi juga diingatkan, pemanasan global dan efek rumah kaca tetap akan berdampak besar, juga pada ketinggian muka air laut global. Jika ramalan pakar iklim terbukti, dalam 80 tahun mendatang di setiap musim panas, lapisan es Kutub Utara akan mencair seluruhnya, pastilah terdapat konsekuensi drastis bagi flora dan fauna di kawasan Kutub Utara. Akan terjadi kerusakan drastis pula bagi ekosistem yang khas untuk banyak organisme. Misalnya habitat kehidupan plankton, ikan, anjing laut atau beruang es. Demikian diungkapkan Iris Werner, biolog dari Universitas Kiel. Sebab organisme itu amat tergantung dari habitat lautan es di sekitar kutub. Jika setiap musim panas lapisan es mencair seluruhnya, artinya binatang-binatang ini kehilangan ruang hidupnya dan juga makanannya. Pada akhirnya banyak binatang khas kutub akan musnah. Apa dampak dari musnahnya sejumlah organisme kutub ini bagi kehidupan manusia, masih terus diteliti oleh para pakar. Tapi yang jelas, simulasi iklim yang dibuat para pakar menunjukan, jika lapisan es di kawasan kutub terus menipis, kawasan Eropa akan mengalami dampak yang tidak menyenangkan. Musim panas nantinya akan lebih kering, sementara musim dingin lebih hangat. Bahkan dalam cuaca yang tidak terlalu fluktuativ sekalipun, tetap saja kehidupan manusia di Eropa akan berubah drastis.
Sebagaihasil dari penelitiannya, Siti Zulfah menyatakan bahwa konsep-konsep pemeliharaan lingkungan yang ditawarkan oleh Yusuf alQaradhawi relevan di tengah berbagai problematika dan krisis lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia.24 Literatur-literatur di atas membahas mengenai lingkungan hidup dari berbagai sudut pandang, yaitu dari segi
Ilustrasi pemanasan global. Foto PixabayPemanasan global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup di bumi. Fenomena yang juga disebut global warming ini adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem akibat peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Peningatan suhu ini disebabkan oleh bertambahnya kadar gas rumah kaca yakni karbondioksida CO2, nitrogen dioksida N2O, metana CH4, dan freon SF6, HFC dan PFC. Gas-gas ini memang secara alamiah dihasilkan oleh aktivitas makhluk hidup sehari-hari. Namun gas-gas ini meningkat secara drastis karena semakin majunya industri. Kondisi ini tentu berdampak pada kehidupan di bumi. Apa saja dampak pemanasan global? Mencairnya Lapisan Es di Kutub Utara dan SelatanSalju di Antartika yang meleleh akibat pemanasan global. Foto Johan OrdonezMeningkatnya suhu menyebabkan lapisan es di kutub meleleh. Para ilmuwan di Inggris menyatakan bahwa sebanyak 28 triliun ton lapisan es di bumi telah hilang dalam 30 tahun terakhir. Jika ini terus terjadi maka permukaan air laut akan naik secara global. Masyarakat yang hidup di pesisir terancam oleh banjir rob, sedangkan pulau-pulau kecil bisa tenggelam. KekeringanNaiknya suhu menyebabkan peningkatan penguapan air. Penguapan skala besar inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan di banyak tempat. Akibat penguapan, banyak sumber mata air yang kering. Kekeringan juga menyebabkan meningkatnya kebakaran hutan. Rusaknya Terumbu KarangGlobal warming akan membuat suhu air laut meningkat. Ini membuat terumbu karang mengalami pemutihan dan lama-lama menjadi rusak. Rusaknya terumbu karang akan membuat ekosistem laut menjadi tidak seimbang. Punahnya Berbagai Jenis Flora dan FaunaIlustrasi beruang kutub. Foto ShutterstockLingkungan yang berubah akibat pemanasan global tentu memengaruhi eksistensi hewan dan tumbuhan. Fauna yang hidup di kutub seperti penguin dan beruang kutub terancam kehilangan habitatnya. Kenaikan suhu global juga menyebabkan terganggunya siklus air dan kelembaban udara yang berdampak pada pertumbuhan tanaman. Menurut sebuah penelitian dari Universitas Arizona, satu dari tiga spesies tumbuhan dan hewan akan punah pada 2070. KelaparanPerubahan iklim menyebabkan musim sulit diprediksi. Akibatnya musim tanam menjadi tidak menentu. Ini tentu berdampak pada produksi pangan penduduk. Melansir dari situs Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Indonesia dihantam anomali iklim berupa el nino parah pada 1998. Saat itu Sumatera bagian selatan, Kalimantan, Jawa, dan Indonesia timur mengalami kekeringan di luar musim kemarau. Kekeringan tersebut menyebabkan penurunan produksi dan kegagalan panen tanaman pangan seperti padi dan palawija, serta krisis air bersih.
Whatis global warming? 2. Is it a severe problem? Why? 3. What kind of text is given above? - Brainly.co.id; 15 Contoh Discussion Text dalam Bahasa Inggris dan Artinya. Contoh Discussion Text Beserta Generic Structure Nya. Mencairnya Es Di Kutub Disinyalir Hasil Dari Global Warming.

Pemerintahmengkhawatirkan mencairnya lapisan es di kutub utara sebagai akibat dari memanasnya suhu global. Hal itu diyakini bisa memberikan dampak Pemerintah mengkhawatirkan mencairnya lapisan es di kutub utara sebagai akibat dari memanasnya suhu global. Hal itu diyakini bisa memberikan dampak. Senin, 23 Mei 2022; Cari. Network.

Esdi Kutub Utara Mengecil dan Menipis. 09/04/2009, 13:05 WIB. Bagikan: Komentar . Editor. COLORADO, KOMPAS.com — Kutub Utara berada di atas es yang lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan dengan sebelumnya, sementara es tua yang kuat mulai digantikan es muda yang cepat mencair. Demikian dikatakan beberapa peneliti di NASA dan
MencairnyaEs Di Kutub Aulia Kusuma Dewi Claresta Dhyhan Khairul Hashfi Luthfiah Septiana Sofiana Puspitasari Pemanasan Global dan Lapisan Es di Kutub Bumi Akibat Hewan-hewan di kutub terancam punah. Diakibatkan melelehnya es di kutub,terutama kutub utara, habitat beruang kutub,

Unduhfoto Beruang Kutub Di Atas Es Floe Mencairnya Gunung Es Dan Pemanasan Global ini sekarang. Dan cari lebih banyak gambar stok bebas royalti yang menampilkan Perubahan iklim foto yang tersedia untuk diunduh dengan cepat dan mudah di perpustakaan iStock.

Cky1a.
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/180
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/898
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/647
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/979
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/847
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/853
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/125
  • d3tv2tzh6e.pages.dev/323
  • mencairnya es di kutub disinyalir hasil dari global warming